Terpapar Residu Asap Rokok
Ayahnya, Bayi Ini Meninggal Kena Pneumonia
Jangankan menghirup asap
rokok, menghirup residu atau endapan racun dari asap rokok juga berbahaya bagi
anak. Seorang mantan perokok aktif mengaku telah mengalaminya sendiri, sang
anak meninggal meski ia selalu merokok di luar rumah.
Pengakuan tersebut
disampaikan seorang pria di sebuah forum online. Pria yang menggunakan akun
05072013 tersebut mengisahkan, anaknya meninggal akibat pneumonia atau radang
paru-paru akut di usia yang masih sangat muda, yakni 1 tahun. Sama seperti
kisah tentang Keanu, pengakuan pria ini juga tersebar luas di jejaring sosial.
"Gua
mantan perokok gan (perokok aktif selama 18 thn). Anak gua cewek hanya bisa
genap usianya 1 tahun 10 hari, wafat di vonis radang paru-paru akut (pneumonia)
krn ayahnya ngerokok. bukan ngerokok di sebelah anaknya (gua klo ngerokok pasti
keluar rumah), tetapi menghirup racun-racun nikotin dari baju ayahnya saat
kondisi menggendongnya setelah barusan merokok :sedih,"
demikian kutipan pengakuan sang ayah, yang kepada detikHealth tidak bersedia mengungkapkan identitas aslinya.
Kisah-kisah semacam ini
dinilai tidak terlalu mengejutkan bagi dokter yang juga penulis buku kesehatan
anak, dr Arifianto, SpA. Menurut dokter yang akrab disapa dr Apin ini, orang
tua yang merokok tetap membuat anak berisiko terkena penyakit paru-paru meski
sudah membatasi untuk tidak merokok di dalam rumah.
"Asap rokok itu efeknya
sampai 10 meter. Jadi walaupun di luar rumah tetap ada risiko asap masuk ke
dalam," kata dr Apin saat dihubungi detikHealth, seperti ditulis Senin
(24/3/2014).
Risiko tersebut merupakan
efek dari residu racun rokok, yang menempel di baju maupun benda, gorden,
seprai, dan sebagainya. Seseorang yang terpapar racun rokok dengan cara
demikian disebut sebagai third hand smoker. Bahayanya sama seperti second hand
smoker, yang oleh orang awam sering disebut perokok pasif.
"Tetap saja (berisiko)
biar merokok di kantor atau di perjalanan tetapi baru masuk rumah langsung
peluk, gendong, atau cium anak tanpa mandi, bersih-bersih dan sikat gigi
dahulu," ungkap dokter lulusan Universitas Indonesia tersebut.
Data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) yang dilakukan Kementerian Kesehatan menunjukkan peningkatan
prevalensi perokok pada tahun 2007, 2010, dan 2013 berturut-turut meningkat
dari 34,2%; 34,7% dan akhirnya 36,3%. Tak hanya itu, dari 92 juta orang perokok
pasif, 43 juta di antaranya anak-anak dan yang paling menyedihkan dan
memprihatinkan adalah 11,4 juta dari anak-anak ini masih berusia balita.
sumber :detikHealth
0 Response to "HARUSKAH KITA MENUNGGU SAMPAI INI TERJADI PADA ANAK KITA ?"
Posting Komentar