MASJIDIL Haram adalah sebuah
masjid di kota Mekkah, yang dipandang sebagai tempat tersuci bagi umat Islam.
Masjid ini juga merupakan tujuan utama dalam ibadah haji. Masjid ini dibangun
mengelilingi Ka’bah, yang menjadi arah kiblat bagi umat Islam dalam mengerjakan
ibadah Shalat. Masjid ini juga merupakan Masjid terbesar di dunia.
Berkaitan dengan Masjidil
Haram, tahukah Anda mengapa masjid ini dinamakan Masjidil Haram?
Masjidil Haram dalam bahasa
Arab: المسجد الحرام artinya masjid yang memiliki tanah haram. Kenapa dinamakan
tanah haram, para ulama mengatakan karena di dalam tanah itu berlaku berbagai
ketentuan yang mengharamkan kita melakukan berbagai hal, seperti berburu,
mengangkat senjata, mematahkan tumbuhan dan seterusnya, termasuk juga haram
untuk dimasuki oleh kafir.
Berikut penjabaran alasan
disebut tanah haram:
1. Haram Dimasuki Orang
Kafir
Dasar larangan bagi orang
non muslim untuk memasuki wilayah al-haram di Makkah Al-Mukarramah adalah
sebuah firman Allah SWT di dalam surat At-Taubah.
“Hai orang-orang yang
beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka
mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini,” (QS. At-Taubah: 28).
Kenajisan orang musyrik ini
memang bukan najis ‘aini, sehingga jasad orang musyrik pada dasarnya tetap
suci, bahkan bekas minum mereka pun tidak najis. Namun kenajisan mereka adalah
najis secara maknawi.
2. Batas Tanah Haram
Sedangkan batas tanah haram
yang berlaku semua ketentuan tentang tanah haram itu adalah batas miqat makani
sebagaimana yang berlaku buat jamaah haji. Maka para batas-batas miqat itulah
seorang non muslim sudah tidak boleh lagi masuk ke dalamnya.
Di sebelah timur ada Dzatu
‘Irqin, yaitu batas orang yang masuk dari arah negeri Iraq. Bergeser ke Selatan
masih di timur ada Qarnul Manazil. Paling selatan, yaitu dari arah negeri
Yaman, ada Yalamlam. Sedangkan dari arah utara, beberapa kilometer dari Kota
Madinah, ada Bi’ru Ali, atau disebut juga dengan Dzil Hilaifah. Di sebelah
Barat ada Juhfah atau disebut juga Rabigh. Maka kota Makkah seluruhnya tentu
saja termasuk wilayah tanah haram. Artinya, orang kafir tidak boleh masuk
wilayah ini.
3. Ketentuan Terkait dengan
Wilayah Al-Haram
Selain tidak boleh dimasuki
oleh non muslim, tanah Al-Haram di Makkah juga memiliki ketentuan-ketentuan
lainnya, antara lain:
1. Shalat di wilayah
Al-Haram Makkah akan dibalas dengan pahala yang berlipat ganda, yaitu 100.000
kali. Hal itu sebagaimana yang ditetapkan oleh Baginda Rasulullah SAW:
Dari Jabir radhiallahu’anhu
sesunggunya Rasulullah sallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
“Shalat di
masjidku, lebih utama seribu kali (dibandingkan) shalat di selainnya kecuali
Masjidil haram. Dan shalat di Masjidilharam lebih utama seratus ribu
(dibandingkan) shalat di selainnya.“ (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, no. 1406.
Hadits dishahihkan oleh Al-Mundziri dan Al-Bushoiry. Al-Albany berkata:
“Sanadnya shahih sesuai persyaratan Bukhori dan Muslim, Irwaul Ghalil, 4/146).
2. Tidak ada larangan untuk
melakukan shalat kapan pun, bahkan termasuk pada waktu-waktu yang sebenarnya
haram untuk melakukan shalat. Seperti pada saat matahari terbit, terbenam atau
pas di atas kepala. Nabi Muhammad SAW telah bersabda:
Dari Jubair bin Muth’im
bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Wahai Bani Abdi
Manaf [1], janganlah kalian melarang seorangpun yang akan thawaf (mengelilingi
tujuh kali) sekitar Ka’bah, dan seorang yang akan menunaikan shalat pada waktu malam
atau siang,” (HR Abu Daud dan Nasa’i, dan Tirmidzi dan Ibnu Majah dan di
shahihkan al-Albani).
3. Haram Membawa Senjata
Di tanah Haram Makkah, haram
hukumnya membawa senjata. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Dari Jabir bin Abdillah
radhiyallahuanhu, ia berkata : saya mendengar Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda : “Tidak diperbolehkan bagi kalian membawa senjata [2] di
Makkah,” (HR Muslim).
4. Haram Menumpahkan Darah
(Pembunuhan) dan Mematahkan Tumbuhan.
“….maka sejak itu (negeri
Makkah) haram dengan keharaman Allah hingga hari kiamat, duri-durinya tidak
boleh dipatahkan, binatang buruannya tidak boleh di usir (diganggu), barang
yang jatuh di Makkah tidak boleh diambil, kecuali untuk mencari (pemiliknya), tumbuh-tumbuhannya
tidak boleh ditebang…..,” (HR Bukhari dan Muslim)
Seluruh umat islam
diperintah untuk memalingkan wajahnya dan hatinya kearah masjidil haram
dimanapun berada, hal ini di perkuat dengan surah al-Baqarah ayat 149 dan 150.
Perintah ini hampir sama derajatnya dengan perintah Allah yang lain seperti hal
melakukan sholat, zakat, puasa, haji sebagai wujud hati yang terikat dan ingat
kepada Allah dalam segala hal duniawi ini.
Sebagaimana dalam firman
Allah SWT berikut ini:
“Dan dari mana saja kamu
keluar (datang), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, sesungguhnya
ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali
tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan,” (QS.al-Baqarah:149)
“Dan dari mana saja kamu
(keluar), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja
kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada
hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka.
Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). Dan agar
Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk,”
(QS.al-Baqarah:150) [3]
Keterangan:
[1] Rasulullah mengkhususkan
sabdanya ini kepada Bani Abdi Manaf karena beliau mengetahui bahwa pemerintahan
dan kekuasaan di Makkah kembali pada mereka, karena mereka adalah
pemimpin-pemimpin Makkah, dan urusan-urusan dalam haji (menjamu jamaah haji
dengan memberikan minum, makanan, pengamanan) mereka yang melakukannya. (Kitab
Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jami Tirmidzi, cetakan Daarul Fikr th 1995 M – 1415
H, hal 531 juz 3, pen).
[2] Larangan ini jika tidak
ada hajat kebutuhan membawa senjata, jika ada hajatnya maka diperbolehkan.
(Syarh Shahih Muslim Imam Nawawi, hal 130-131, juz 9 jilid ke 5 cetakan Daarul
fikr, pen).
[3] Dalam suatu riwayat
dikemukakan bahwa turunnya ayat ini (S. 2: 150) sehubungan dengan peristiwa
berikut: Ketika Nabi SAW memindahkan arah qiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah,
kaum Musyrikin Mekkah berkata: “Muhammad dibingungkan oleh agamanya. Ia
memindahkan arah qiblatnya ke arah qiblat kita. Ia mengetahui bahwa jalan kita
lebih benar daripada jalannya. Dan ia sudah hamir masuk agama kita.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari as-Suddi melalui
sanad-sanadnya.)
Sumber: islampos.com
0 Response to "Mengapa Dinamakan Masjidil Haram?"
Posting Komentar